"Askep Atresia Ani Anak"
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Atresia
Ani berasal dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, atresia artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak
adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubuler secara
kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di
tempat yang seharusnya atau buntutnya saluran atau rongga tubuh.
Hal
ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses
penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur.
Atresia ani memiliki nama lain yaitu Anus imperforata.
B. TUJUAN
PENULISAN
a.
Tujuan
Umum
Tujuan yang hendak di capai dari
pembuatan makalah yang berjudul “Askep
Anak Atresia Ani” adalah agar mahasiswa mampu memahami tentang Atresia ani pada
anak sehingga nantinya mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
penyakit Atresia ani.
b. Tujuan Khusus
Dengan mempelajari “Askep Atresia Ani anak” mahasiswa
dapat:
- Mengetahui pengertian dari Atresia ani
- Mengetahui etiologi
- Mengetahui patofisiologi
- Mengetahui manifestasi klinis
- Mengetahu komplikasi
- Mengetahui pemeriksaan penunjang
- Mengetahui Penatalaksanaan
- Mengetahui Asuhan keperawatan
BAB
II
PEMBAHASAN
A. DEFENISI
Atresia Ani adalah kelainan
kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rectum atau
keduanya (Betz. Ed 3 tahun
2002).
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya
perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan
lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam
atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum.
(sumber Purwanto. 2001 RSCM).
Atresia Ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak
adanya lubang atau saluran anus (Donna L. Wong, 520 : 2003).
Atresia
berasal dari bahasa Yunani, A artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau
makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak
adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara
kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di
tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal
ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses
penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran
tubuh, misalnya atresia ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur.
Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk
membuat saluran seperti keadaan normalnya.
Menurut
Ladd dan Gross (1966) anus imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1.
Stenosis rektum yang lebih rendah atau pada anus
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-
2. Membran anus yang menetap
3. Anus imperforata dan ujung rektum yang buntu terletak pada bermacam-
macam jarak
dari peritoneum
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung
4. Lubang anus yang terpisah dengan ujung
B.
ETIOLOGI
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya
saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan
berusia 12 minggu/3 bulan
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan
embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis,
yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan
C. PATOFISIOLOGI
Atresia ani atau anus imperforate
dapat disebabkan karena :
1) Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan
septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau
pembentukan anus dari tonjolan embrionik
2) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah
dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
3) Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab
atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia
12 minggu atau tiga bulan
4) Berkaitan dengan sindrom down
5) Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan
Terdapat tiga macam letak
Ø Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani
(m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum
>1 cm. Letak
upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran
genital
Ø Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya
Ø Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit
dan ujung rectum paling jauh 1 cm.
Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum
Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius
Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum
Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius
PATH WAY
D. MANIFESTASI
KLINIK
1) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah
kelahiran.
2) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada
bayi.
3) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang
salah letaknya.
4) Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi
usus (bila tidak ada fistula).
5) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6) Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran
anal.
7) Perut kembung.
(Betz. Ed
7. 2002)
E. KOMPLIKASI
Komplikasi
yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
a. Asidosis hiperkioremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang.
- Eversi mukosa anal
- Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet
training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan
infeksi)
(Ngustiyah, 1997 : 248)
F. KLASIFIKASI
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus
sehingga feses tidak dapat keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging
diantara rectum dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rectum
(Wong, Whaley. 1985).
G. PENATALAKSANAAN
MEDIS
a. Pembedahan
Terapi
pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan kelainan.
Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk kelainan
dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat
anus permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi
berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk
memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang.
Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah
baik status nutrisnya. Gangguan ringan diatas dengan menarik kantong rectal
melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada harus tutup
kelainan membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal membran
tersebut dilubangi degan hemostratau skapel.
b. Pengobatan
1) Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
2) Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan
setelah 3 bulan
dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)
(Staf
Pengajar FKUI. 205)
H. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
a) Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah
pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.
b) Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa
adanya sel-sel epitel mekonium.
c) Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik
wangensteen-rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum
yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal.
d) Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak
rectal kantong.
e) Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan
menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar
pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm Derek tersebut dianggap defek tingkat
tinggi.
f) Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan
a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan
obstruksi di daerah tersebut.
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada
bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia
reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti
tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi
diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang radio-opak,
sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara
tertinggi dapat diukur.
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1) Biodata klien
2) Riwayat keperawatan
a. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan masa lalu
3) Riwayat psikologis
Koping
keluarga dalam menghadapi masalah
4) Riwayat tumbuh kembang
a. BB lahir abnormal
b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan
tumbuh kembang pernah mengalami trauma saat sakit
c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d. Sakit kehamilan
tidak keluar mekonium
5) Riwayat sosial
Hubungan sosial
6) Pemeriksaan fisik
B. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Dx Pre Operasi
1) Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
2) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
menurunnya intake,
muntah.
3) Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyakit dan prosedur perawatan.
Dx
Post Operasi
1) Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari
kolostomi.
2) Kurang
pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
C. RENCANA
KEPERAWATAN
a.
Diagnosa Pre Operasi
Dx. 1. Konstipasi
berhubungan dengan aganglion
Tujuan :
Klien mampu mempertahankan pola eliminasi BAB dengan teratur.
Kriteria Hasil :
ü Penurunan
distensi abdomen.
ü Meningkatnya
kenyamanan.
Intervensi
:
1. Lakukan enema atau irigasi rectal sesuai order
R/ Evaluasi bowel meningkatkan kenyaman
pada anak.
2. Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam
R/
Meyakinkan berfungsinya usus
3. Ukur lingkar abdomen
R/ Pengukuran lingkar abdomen membantu
mendeteksi terjadinya distensi
Dx. 2. Resiko
kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah
Tujuan :
Klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan
Kriteria
Hasil :
ü Output
urin 1-2 ml/kg/jam
ü Capillary
refill 3-5 detik
ü Turgor
kulit baik
ü Membrane
mukosa lembab
Intervensi
:
1. Monitor intake – output cairan
R/ Dapat mengidentifikasi status cairan
klien
2. Lakukan pemasangan infus dan berikan cairan IV
R/
Mencegah dehidrasi
3. Pantau TTV
R/
Mengetahui kehilangan cairan melalui suhu tubuh yang tinggi
Dx 3. Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang penyakit dan prosedur perawatan.
Tujuan :
Kecemasan orang tua dapat berkurang
Kriteria
Hasil :
ü Klien
tidak cemas
Intervensi
:
1. Jelaskan dengan istilah yang dimengerti
oleh orang tua tentang anatomi dan fisiologi saluran pencernaan normal. Gunakan alay, media dan gambar
R/ Agar orang tua mengerti kondisi
klien
2. Beri jadwal studi diagnosa pada orang tua
R/
Pengetahuan tersebut diharapkan dapat membantu menurunkan kecemasan
3. Beri informasi pada orang tua tentang operasi
kolostomi
R/
Membantu mengurangi kecemasan klien
b.
Diagnosa Post Operasi
Dx 1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat
stoma sekunder dari kolostomi.
Tujuan :
Klien tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih
lanjut.
Intervensi :
1. Gunakan kantong kolostomi yang baik
2. Kosongkan kantong ortomi setelah terisi ¼ atau 1/3 kantong
3. Lakukan perawatan luka sesuai order dokter
Dx 2. Kurang
pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
Tujuan :
Orang tua dapat
meningkatkan pengetahuannya tentang perawatan di rumah.
Intervensi
:
1. Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya pemberian makan
tinggi kalori tinggi protein.
2. Ajarkan orang tua tentang perawatan kolostomi.
D.
EVALUASI
Pre Operasi
|
Post
operasi
|
1.
Tidak terjadi konstipasi
2.
Defisit volume cairan tidak terjadi
3.
Lemas berkurang
|
1.
Kerusakan integritas kulit tidak terjadi
2. Klien memiliki pengetahuan perawatan di rumah
|
BAB IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam
istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut
juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya
berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena
bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai
saluran itu. Atresia dapat terjadi pada seluruh saluran tubuh, misalnya atresia
ani. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain
yaitu anus imperforata. Jika atresia terjadi maka hampir selalu memerlukan tindakan
operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya.
B. SARAN
Setelah membahas tentang Atresia Ani
diharapkan mahsiswa mampu memahami dan dapat menerapkan asuhan keperawatan saat
dilapangan nanti.
DAFTAR
PUSTAKA
Betz, Cealy L. & Linda
A. Sowden. 2002. Buku
Saku Keperawatan Pediatrik. Edisike-3.
Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall.
1997. Buku
Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6.
Jakarta : EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis
Keperawatan Pediatrik. Sri Kurnianianingsih (ed),
Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta : EGC
Dorland.
(1998). Kamus Saku Kedokteran Dorlana. Alih Bahasa: Dyah Nuswantari Ed. 25.
Jakarta: EGC
Prince A Sylvia.
(1995). (patofisiologi). Clinical
Concept. Alih bahasa : Peter Anugrah EGC. Jakarta.Long, Barbara. C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Terjemahan: Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan. USA: CV Mosby
0 komentar:
Posting Komentar